Wednesday, May 18, 2016
Hukum orang yang BAB/BAK menghadap Kiblat
Ka'bah merupakan tempat suci yang menjadi kiblat umat muslim dari seluruh dunia. Ketika kita melaksanakan shalat kita menghadap kesana bukan bermaksud untuk menyembahnya, tapi itu menjadi tempat meeting point atau pusat tempat menghadap ketika kita melaksanakan shalat. Ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi,
“Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah : 144).
Di sisi lain, seluruh umat manusia di bumi ini setiap hari buang hajat, baik itu buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK). Khusus untuk umat muslim nabi kita melarang kita BAB/BAK menghadap kiblat. Larangan ini seperti perkataan beliau di dalam hadist, "Janganlah kalian menghadap kiblat ketika buang air besar atau kecil, dan jangan membelakanginya, akan tetapi hendaklah kalian menghadap ke timur atau ke barat (karena pada saat itu Nabi shallallahu alaihi wasallam berada di sebelah utara Masjidil Haram).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda yg artinya: "Jika salah seorang dari kamu duduk untuk membuang hajatnya, janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat." (HR. Muslim).
Namun di dalam hadist berikutnya, hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan, “Aku pernah menaiki rumah Hafshoh karena ada sebagian keperluanku. Lantas aku melihat Rasulullah buang hajat dengan membelakangi kiblat dan menghadap Syam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ada dalil lainnya dalam kitab Sunan, dari Jabir bin Abdullah ia berkata bahwa Rasulullah SAW melarang menghadap kiblat ketika kencing, namun aku melihat setahun sebelum beliau wafat, beliau menghadapnya (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Syaikh Al Albani).
Baca juga : Tips Mampu Berangkat Haji Pada Usia 35 Tahun
Dari sini timbul perbedaan pendapat para ulama. Diantaranya:
1. Tidak dibolehkan baik di dalam bangunan atau di luar bangunan. Inilah pendapat Abu Ayyub Al Anshori, Mujahid, An Nakho’i, Ats Tsauri, Abu Tsaur, Ahmad dalam salah satu pendapatnya.
2. Dibolehkan di dalam bangunan maupun di luar bangunan. Inilah pendapat Robi’ah, guru dari Imam Malik.
3. Diharamkan di luar bangunan, bukan di dalam bangunan. Inilah pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya.
4. Tidak boleh menghadap di dalam atau di luar bangunan, namun boleh membelakanginya di dalam maupun di luar bangunan. Ini salah satu pendapat dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
5. Hukumnya hanyalah makruh dan menjadi pendapat Hadawiyah.
6. Boleh membelakangi dalam bangunan saja dan inilah yang jadi pegangan Abu Yusuf.
7. Dilarang secara mutlak termasuk pula pada Baitul Maqdis, sebagaimana pendapat Ibnu Siirin.
8. Pengharaman hanya khusus penduduk Madinah dan yang searah dengan mereka, demikian pendapat Abu ‘Awanah, murid dari Al Muzani.
Namun, dari semua pendapat di atas ada pendapat yang lebih kuat dan lebih tepat, dalam masalah ini sebagaimana yang dianut oleh madzhab Syafi’i, yaitu tidak boleh menghadap atau membelakangi kiblat ketika berada di luar bangunan, namun tidak terlarang di dalam bangunan yang ada penghalang (pembatas). Pendapat ini didukung tiga dalil di atas dan hasil kompromi (poin nomor 4).
Dari sini timbul perbedaan pendapat para ulama. Diantaranya:
1. Tidak dibolehkan baik di dalam bangunan atau di luar bangunan. Inilah pendapat Abu Ayyub Al Anshori, Mujahid, An Nakho’i, Ats Tsauri, Abu Tsaur, Ahmad dalam salah satu pendapatnya.
2. Dibolehkan di dalam bangunan maupun di luar bangunan. Inilah pendapat Robi’ah, guru dari Imam Malik.
3. Diharamkan di luar bangunan, bukan di dalam bangunan. Inilah pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya.
4. Tidak boleh menghadap di dalam atau di luar bangunan, namun boleh membelakanginya di dalam maupun di luar bangunan. Ini salah satu pendapat dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
5. Hukumnya hanyalah makruh dan menjadi pendapat Hadawiyah.
6. Boleh membelakangi dalam bangunan saja dan inilah yang jadi pegangan Abu Yusuf.
7. Dilarang secara mutlak termasuk pula pada Baitul Maqdis, sebagaimana pendapat Ibnu Siirin.
8. Pengharaman hanya khusus penduduk Madinah dan yang searah dengan mereka, demikian pendapat Abu ‘Awanah, murid dari Al Muzani.
Namun, dari semua pendapat di atas ada pendapat yang lebih kuat dan lebih tepat, dalam masalah ini sebagaimana yang dianut oleh madzhab Syafi’i, yaitu tidak boleh menghadap atau membelakangi kiblat ketika berada di luar bangunan, namun tidak terlarang di dalam bangunan yang ada penghalang (pembatas). Pendapat ini didukung tiga dalil di atas dan hasil kompromi (poin nomor 4).
Baca juga : Batalkah Wudhu Orang yang Melihat Aurat Lawan Jenis?
Jadi kesimpulannya, buang hajat dengan menghadap ke arah kiblat, apalagi di dalam bangunan dengan ruangan tertutup hukumnya boleh. Sedangkan buang hajat di tempat terbuka atau di tanah lapang dengan menghadap kiblat atau membelakanginya hukumnya dilarang.
Jadi kesimpulannya, buang hajat dengan menghadap ke arah kiblat, apalagi di dalam bangunan dengan ruangan tertutup hukumnya boleh. Sedangkan buang hajat di tempat terbuka atau di tanah lapang dengan menghadap kiblat atau membelakanginya hukumnya dilarang.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment
Pengunjung yang baik tidak akan meletakkan link hidup di kolom komentar!
Please dont put your link in comment box.