Thursday, June 23, 2016
Kisah Hatim Al-Asham, Ulama "Tuli" yang Bisa Mendengar
Imam Al Ghazali meriwayatkan sebuah kisah teladan di dalam kitabnya yang berjudul Nashaihul Ibad, tentang seorang ulama besar yang bernama Hatim Al-Asham, yang wafat di Baghdad, Irak, tahun 852 M atau 237 H.
Ada kisah penuh hikmah yang mendasari kata "Al-Asham" yang dinisbatkan kepadanya. Kata Al-Asham memiliki makna tuli. Gelar ini dilekatkan kepadanya paling tidak selama umur seorang wanita masih hidup. Lebih kurang 15 tahun dia dengan rela menjadikan dirinya tuli demi untuk melindungi martabat wanita itu.
Sebetulnya Hatim tidaklah tuli. Dia bisa mendengar dengan jelas orang-orang yang berbicara dengan volume suara normal. Hingga pada suatu hari datanglah seorang wanita yang ingin berkonsultasi kepadanya.
Tak disangka-sangka, pada saat wanita itu bertanya kepada Hatim dia tak bisa menahan kentutnya yang keluar dengan suara keras. Seketika itu juga merah padamlah mukanya karena malu bersikap sangat tidak sopan di depan seorang ulama besar yang terpandang dan memiliki kedudukan tinggi di masyarakat.
Namun, Hatim tidak bereaksi apa-apa. Dia tetap bersikap dengan wajar. Raut mukanya pun tak berubah sedikitpun.
Ada kisah penuh hikmah yang mendasari kata "Al-Asham" yang dinisbatkan kepadanya. Kata Al-Asham memiliki makna tuli. Gelar ini dilekatkan kepadanya paling tidak selama umur seorang wanita masih hidup. Lebih kurang 15 tahun dia dengan rela menjadikan dirinya tuli demi untuk melindungi martabat wanita itu.
Sebetulnya Hatim tidaklah tuli. Dia bisa mendengar dengan jelas orang-orang yang berbicara dengan volume suara normal. Hingga pada suatu hari datanglah seorang wanita yang ingin berkonsultasi kepadanya.
Tak disangka-sangka, pada saat wanita itu bertanya kepada Hatim dia tak bisa menahan kentutnya yang keluar dengan suara keras. Seketika itu juga merah padamlah mukanya karena malu bersikap sangat tidak sopan di depan seorang ulama besar yang terpandang dan memiliki kedudukan tinggi di masyarakat.
Namun, Hatim tidak bereaksi apa-apa. Dia tetap bersikap dengan wajar. Raut mukanya pun tak berubah sedikitpun.
Baca juga : Kisah Imam Besar yang Menampung Air Rembesan Toilet Nasrani
Berbeda dengan si wanita. Kini dia hanya bisa tertegun. Dia betul-betul malu dan salah tingkah. Pertanyaan yang ingin dilontarkannya tadi tak jadi dilanjutkan. Rasanya ingin cepat-cepat minta maaf dan segera pamit.
Melihat si wanita hanya diam membisa begitu lama Sang Ulama menyapa dengan suara yang sangat keras. "Ada apa datang kemari?"
"Sebetulnya saya ingin bertanya sesuatu, Kyai". jawab si wanita dengan suara pelan karena malu.
"Apa?" Tanya sang ulama dengan suara yang lebih kencang.
"Saya ingin bertanya sesuatu." Jawab si wanita lebih keras.
"Apa?"
"Saya ingin bertanya sesuatu!" Jawab si wanita itu dengan suara betul-betul lantang.
"Ooo.. mau bertanya. Kalau berbicara tolong suaranya dikeraskan. Karena saya tuli." Jawab sang ulama dengan volume suara tinggi.
Alhamdulillah, seketika wanita itu langsung merasa sedikit lega. Dia menduga ulama yang ada di depannya itu adalah seorang yang tuli. Tentu tadi ketika dia buang angin dengan suara keras sang ulama tidak mendengarnya. Suasana kembali menjadi cair. Ia pun kembali mengulang pertanyaannya dengan volume suara yang dikeraskan.
Berbeda dengan si wanita. Kini dia hanya bisa tertegun. Dia betul-betul malu dan salah tingkah. Pertanyaan yang ingin dilontarkannya tadi tak jadi dilanjutkan. Rasanya ingin cepat-cepat minta maaf dan segera pamit.
Melihat si wanita hanya diam membisa begitu lama Sang Ulama menyapa dengan suara yang sangat keras. "Ada apa datang kemari?"
"Sebetulnya saya ingin bertanya sesuatu, Kyai". jawab si wanita dengan suara pelan karena malu.
"Apa?" Tanya sang ulama dengan suara yang lebih kencang.
"Saya ingin bertanya sesuatu." Jawab si wanita lebih keras.
"Apa?"
"Saya ingin bertanya sesuatu!" Jawab si wanita itu dengan suara betul-betul lantang.
"Ooo.. mau bertanya. Kalau berbicara tolong suaranya dikeraskan. Karena saya tuli." Jawab sang ulama dengan volume suara tinggi.
Alhamdulillah, seketika wanita itu langsung merasa sedikit lega. Dia menduga ulama yang ada di depannya itu adalah seorang yang tuli. Tentu tadi ketika dia buang angin dengan suara keras sang ulama tidak mendengarnya. Suasana kembali menjadi cair. Ia pun kembali mengulang pertanyaannya dengan volume suara yang dikeraskan.
Baca juga : Janda Ummul Mukminin Itu Bersedekah dengan Hidupnya
Sejak saat itu, Hatim mendadak “menjadi tuli”. Dia dengan dan ikhlas menerima kata Al-Asham dilekatkan ke namanya. Sekarang dia bergelar Hatim si Tuli. Ia melakukan hal itu selama wanita tadi masih hidup demi untuk menjaga perasaan dan kehormatannya. Hatim terus berpura-pura tuli selama lebih kurang 15 tahun.
***
Sejak saat itu, Hatim mendadak “menjadi tuli”. Dia dengan dan ikhlas menerima kata Al-Asham dilekatkan ke namanya. Sekarang dia bergelar Hatim si Tuli. Ia melakukan hal itu selama wanita tadi masih hidup demi untuk menjaga perasaan dan kehormatannya. Hatim terus berpura-pura tuli selama lebih kurang 15 tahun.
***
Pada saat ini yang terjadi di masyarakat kita sungguh bertolak belakang dari tauladan yang di contohkan Ulama Hatim Al-Asham. Kita senang benar bercerita tentang aib teman-teman dan tetangga-tetangga kita yang bahkan kadang-kadang keburukan itu tidak ada pada diri mereka. Kita jatuh pada perbuatan fitnah, ghibah, dan kebohongan besar.
Sedangkan Ulama Hatim Al-Asham mau melakukan pengorbanan yang sedemikan besar selama 15 tahun untuk melindungi martabat seorang wanita yang bahkan tidak dikenalnya.
Sedangkan Ulama Hatim Al-Asham mau melakukan pengorbanan yang sedemikan besar selama 15 tahun untuk melindungi martabat seorang wanita yang bahkan tidak dikenalnya.
Baca juga : Kisah Panglima Perang yang di Pecat Karena Tak Pernah Berbuat Kesalahan
Jadi, Sahabat Populer, bertolak dari tauladan yang dicontohkan Hatim Al-Asham, mari kita bersama-sama mengangkat dan memuliakan martabat wanita dengan layak. Apatah lagi terhadap wanita yang ada di dalam keluarga kita dan wanita tetangga-tetangga kita. Begitupun wanita, jangan rendahkan harkat dan martabatmu dengan perilaku yang tidak terpuji agar kami para lelaki tetap terus menghormatimu sebagai makhluk yang dimuliakan.
Jadi, Sahabat Populer, bertolak dari tauladan yang dicontohkan Hatim Al-Asham, mari kita bersama-sama mengangkat dan memuliakan martabat wanita dengan layak. Apatah lagi terhadap wanita yang ada di dalam keluarga kita dan wanita tetangga-tetangga kita. Begitupun wanita, jangan rendahkan harkat dan martabatmu dengan perilaku yang tidak terpuji agar kami para lelaki tetap terus menghormatimu sebagai makhluk yang dimuliakan.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment
Pengunjung yang baik tidak akan meletakkan link hidup di kolom komentar!
Please dont put your link in comment box.